Peran Orang Tua dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Remaja
Memulai kebiasaan baik dalam keluarga untuk mewujudkan generasi muda yang mampu berpikir kritis.
Pendahuluan
Semenjak pandemi Covid-19 melanda seluruh penjuru dunia pada 2020, banyak kekhawatiran muncul, tak terkecuali dalam dunia pendidikan. Kebijakan belajar dari rumah membuat banyak pihak ragu akan keberhasilan capaian akademik siswa sekolah. Sementara itu, Programme for International Student Assessment (PISA) pada 2018 melaporkan bahwa tingkat literasi anak Indonesia berusia 15 tahun sangat rendah (Tohir, 2019).
Pada 2020, World Economic Forum merilis daftar 10 besar keterampilan yang paling dibutuhkan pada 2025. Dari daftar tersebut, jenis keterampilan terbanyak adalah keterampilan problem solving (menyelesaikan masalah). Jenis keterampilan ini mencakup (1) berpikir analitis dan inovasi, (2) menyelesaikan masalah kompleks, (3) analisis dan berpikir kritis, (4) kreativitas, originalitas, dan inisiatif, serta (5) memberi alasan, menyelesaikan masalah, dan merancang gagasan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia telah menetapkan 6 (enam) profil Pelajar Pancasila yang harus ditumbuhkembangkan di antara peserta didik saat ini agar dapat berhasil di lingkungan kerja masa depan.
Kemdikbud RI juga mengembangkan pembelajaran HOTS (higher order thinking skill). Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa dan mempersiapkan mereka menghadapai era industri 4.0. Tujuan besar inilah yang seharusnya didukung dan diupayakan bersama oleh semua pihak, termasuk orang tua dan keluarga.
Kemampuan Berpikir Kritis
Paul dan Elder (2006) mendefinisikan berpikir kritis sebagai cara berpikir mengenai subjek, konten, atau masalah apa saja di mana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menganalisis, menilai, dan merekonstruksinya dengan terampil. Hal ini senada dengan Browne dan Keeley (2006) yang menyatakan bahwa berpikir kritis terdiri dari kesadaran akan serangkaian pertanyaan kritis yang saling terkait, ditambah kemampuan dan kemauan untuk bertanya dan menjawabnya pada waktu yang tepat.
Membangun Kebiasaan Baik Keluarga
Dalam sehari, seorang anak menghabiskan lebih banyak waktu di luar sekolah daripada di dalam lingkungan sekolah. Artinya, guru tidak dapat mengamati dan menuntun perkembangan belajar anak secara penuh. Di sinilah peran orang tua dan keluarga sangat dibutuhkan.
Ada beberapa langkah kebiasaan baik yang dapat dipraktikkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis anak, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Membangun komunikasi terbuka
Komunikasi terbuka antara anak dengan orang tua adalah hal pertama yang harus diwujudkan. Hal ini tentu bergantung pada bagaimana orang tua mengasuh anak-anaknya. Jadi, orang tua harus menjadi pihak pertama yang aktif mendorong terciptanya komunikasi terbuka dengan anak.
Anak dan orang tua pastinya memiliki jarak karena perbedaan usia, kondisi lingkungan, pendidikan, dsb. Tugas orang tua adalah mencari cara mendekatkan jarak tersebut agar komunikasi bisa dijalin dan anak dapat menerima masukan dari orang tuanya.
2. Mengajak anak berdiskusi
Diskusi dengan anak harus sering dilakukan karena akan melatih keterampilan berpikir kritis. Orang tua dapat merancang rencana liburan akhir tahun, lalu mendiskusikan bersama anak mengenai rencana tersebut. Jika anak tidak setuju, orang tua dapat meminta anak menyampaikan alasannya. Hal ini akan membuat anak terbiasa menyusun argumentasi.
3. Menyediakan sarana belajar yang berkualitas bagi anak
Ada banyak sarana belajar yang dapat disediakan orang tua dalam rangka mendukung proses belajar anak. Hal penting adalah orang tua memastikan bahwa sarana belajar tersebut berkualitas tinggi. Sediakan buku-buku, video-video pembelajaran yang asyik tapi tetap bermanfaat dan sesuai bagi anak, atau lainnya. Orang tua juga harus mengetahui materi atau konten belajar apa saja yang diakses oleh anak.
4. Membiasakan anak untuk menanyakan 6 pertanyaan penting
Pertanyaan penting ini termasuk who (siapa), what (apa), where (di mana), when (kapan), why (mengapa), serta how (bagaimana). Enam kata tanya ini dapat menjadi acuan ketika anak baru mendapat sebuah informasi baru. Dengan begitu, ia akan berpikir kritis terlebih dahulu sebelum memutuskan akan percaya atau tidak pada informasi tersebut.
5. Menjadi pendengar yang baik
Ketika anak sudah percaya diri untuk berbicara, langkah selanjutnya adalah mendukungnya dengan cara menjadi pendengar yang baik. Orang tua menyimak pembicaraan anak, memberi kesempatan untuk berbicara, serta tidak gampang memotong pembicaraan.
6. Memberi ruang untuk berekspresi dan berkolaborasi
Usia remaja merupakan masa anak suka meluapkan emosinya sehingga orang tua tak perlu terlalu khawatir. Orang tua dapat memberikan ruang bagi anak untuk berekspresi dan berkolaborasi dengan teman-temannya atau orang lain. Orang tua harus percaya pada anak dengan tetap mengawasi dan menjaga komunikasi dengan anak.
7. Memberi teladan
Pepatah mengatakan buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Oleh karena itu, berikan contoh terbaik bagi anak. Jika orang tua ingin anaknya dapat berpikir kritis, orang tua juga harus mampu berpikir kritis. Jika orang tua ingin anaknya mengonsumsi sumber belajar yang berkualitas, pilah dan pilih juga sumber belajar yang dikonsumsi oleh orang tua sendiri.
Penutup
Berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan yang penting untuk menghadapi kehidupan di masa mendatang. Dalam kurikulum nasional, peserta didik diharapkan mampu menyelesaikan soal berbasis HOTS. Oleh karena itu, orang tua harus andil mendorong anak agar mampu berpikir kritis. Orang tua dapat membangun kebiasaan baik yang dipraktikkan bersama anak usia remaja. Tujuan akhirnya adalah untuk mempersiapkan anak mampu menghadapi tantangan di masa depan.
Daftar Pustaka
Browne, M. N. & Keeley, S. M. (2006). Asking the Right Questions: A Guide to Critical Thinking (8th Edition). Pearson College Div.
Cahyani, A, (2020). Apa Pentingnya Higher Order Thinking Skills (HOTS) di Kurikulum Pak Nadiem? Tersedia Online: https://blog.kejarcita.id/apa-pentingnya-higher-order-thinking-skills-hots-di-kurikulum-pak-nadiem/. [09 Oktober 2021]
Paul, R & Elder, L. (2006). Critical Thinking: Learn The Tools The Best Thinkers Use, Concise Edition. Prentice Hall.
Tohir, M. (2019). Hasil PISA Indonesia Tahun 2018 Turun Dibanding Tahun 2015. Tersedia Online: https://matematohir.wordpress.com/2019/12/03/hasil-pisa-indonesia-tahun-2018-turun-dibanding-tahun-2015/ [03 Desember 2019]
Whiting, K. (2020). Here are The Top 10 Job Skills of Tomorrow — And How Long It Takes to Learn Them. Tersedia Online: https://www.weforum.org/agenda/2020/10/top-10-work-skills-of-tomorrow-how-long-it-takes-to-learn-them/ [09 Oktober 2021]
Paper ini dibawakan dalam Konferensi Parenting 1 Sesi “Menuju Profil Pelajar Pancasila” (27/11). Sesi selengkapnya dapat ditonton melalui https://www.youtube.com/watch?v=E5zYqC-4evM